Perang Terberat adalah setelah Ramadhan (Khotbah Jum’at)

563166_2980505954288_1187730694_n

الحَمْدُ لِلهِ، الحَمْدُ لِله الَّذِيْ شَرَعَ عَلَيْنَا الجِهَادَ، وَحَرَّمَ عَلَيْناَ الفَسَادَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدَخَرَهَا لِيَوْمِ المِعَاد، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلِى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

Hadirin Jamaah Jum’at yang Berbahagia

Alhamdulillah kita telah diberikan kenikmatan oleh Allah bisa melewati bulan Ramadhan. Ada yang lulus bisa puasa sebulan penuh, ada juga yang tanpa udzur puasanya bolong-bolong. Walaupun begitu kita semua umat Islam bisa merayakan hari raya Idul Fitri. Kita ramai-ramai merayakannya dengan ekspresi suka cita. Terkadang kita menyebut hari raya Idul Fitri dengan sebutan “hari kemenangan” meskipun terkadang kita sendiri ragu: benarkah kita sudah mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?

Orang dikatakan menang ketika ia telah sukses mengalahkan sesuatu yang menjadi lawannya. Sesuatu itu bisa berupa hal-hal yang membelenggu, menjajah, menyerang, dan menindas. Dan musuh utama manusia selama puasa Ramadhan sebelum akhirnya merayakan Idul Fitri adalah hawa nafsu. Masalahnya, hawa nafsu membelenggu, menjajah, menyerang manusia bukan dengan penampilan yang seram. Sebaliknya, ia justru menghampiri anak Adam sebagai hal yang memikat dan disukai. Disinilah puasa menjadi super berat, karena mensyaratkan seseorang tak hanya sanggup menahan lapar dan haus tapi juga sanggup melawan dirinya sendiri yang sering dikuasai hawa nafsu atau kesenangan-kesenangan pribadi.

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah,

Bulan Syawal menjadi ukuran bagi kita untuk introspeksi, muhasabah atas segenap ibadah, tingkah laku, dan sikap batin kita, apakah mengalami peningkatan mutu, biasa-biasa saja, atau justru mengalami penurunan. Bagaimana tingkat kepekaan kita kepada sesama, terutama yang membutuhkan? Sudah seberapa jauh sifat riya’, ujub, dengki, suka membual, dan bertindak tidak penting menghindar dari diri kita? Dan lain sebagainya.

Kita yang di bulan Ramadhan dilatih dan dididik untuk menahan hawa nafsu, seharusnya  sudah terbiasa dan bisa menahan hawa nafsu di bulan selain Ramadhan.

Hawa Nafsu sebagaimana diterangkan oleh Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah

الهوى ميل الطبع إلى ما يلائمه

“Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya”

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia

Nafsu itu adakalanya jahat, adakalanya baik. Ada setengah orang bila dengar nafsu, terbayang perkara-perkara jahat saja. Nafsu akan jadi baik bila dilatih. Al Imam Al Ghazali mengibaratkan nafsu itu sebagai anjing, bila dilatih dia akan dapat jadi baik. Jika nafsu terlatih dengan baik maka akan mengantarkan masuk ke syurga.

Menurut pandangan agama Islam, mulut dan alat kelamin merupakan saluran utama pelampiasan nafsu. Barangsiapa bisa menguasai dua saluran tersebut sehingga hanya digunakan untuk kebaikan, pasti hidup bahagia. Sebaliknya, begitu banyak orang yang terjerumus ke neraka gara-gara dua anggota tubuhnya tersebut.

Ada sebuah kisah pada zaman Rasulullah di sela-sela perang Khandaq. Saat itu umat Islam pernah ditantang duel Amr bin Abd Wad al-Amiri, dedengkot musyrikin Quraisy yang sangat ditakuti. Nabi pun bertanya kepada para sahabat tentang siapa yang akan memenuhi tantangan ini.

Para sahabat terlihat gentar. Nyali mereka surut. Dalam situasi ini Sayyidina Ali bin Abi Thalib (karramallahu wajhah) maju, menyanggupi ajakan duel Amr bin Abd Wad. Melihat Ali yang masih terlalu muda, Nabi lantas mengulangi tawarannya kepada para sahabat. Hingga tiga kali, memang hanya Ali yang menyatakan berani melawan jawara Quraisy itu.

Menyaksikan yang menghadapinya Ali yang ia anggap hanya seorang “bocah”,  Amr bin Abd Wad menanggapinya dengan tertawa mengejek. Sayyidina Ali tak perengaruh dengan dengan ledekan tersebut. Perkelahian berlangsung sengit, dan nasib mujur pun ternyata ada di tangan Sayyidina Ali. Amr bin Abd Wad tumbang ke tanah setelah mendapat sabetan pedang Ali. Kemenangan Ali sudah di depan mata. Hanya dengan sedikit gerakan saja, nyawa musuh dipastikan melayang.

Dalam situasi terpojok Amr bin Abd Wad masih menyempatkan diri memberontak. Tiba-tiba ia meludahi wajah sepupu Rasulullah itu. Kemudian Ali menyingkir dan mengurungkan niat membunuh, hingga beberapa saat. Sikapnya yang tak mau melakukan penyerangan terhadap Amr yang meludahi wajahnya menimbulkan tanda tanya. Para sahabat yang menyaksikan penasaran: apa alasan Ali bersikap demikian?

Beliau menjawab, ”Saat dia meludahi wajahku, aku marah. Aku tidak ingin membunuhnya lantaran amarahku. Aku tunggu sampai lenyap kemarahanku dan membunuhnya semata karena Allah subhânahû wata‘âlâ.”

Dari cerita diatas bisa dipahami bahwa membunuh itu diperbolehkan apabila membunuh orang kafir karena menegakkan agama Allah atau membunuh karena mempertahankan diri karena dalam keadaan posisi  terancam dan membunuh diharamkan apabila dilandasi oleh hawa nafsu..

Ramadhan ibarat bulan jihad (perang) sedang bulan setelah Ramadhan adalah bulan kemerdekaan. Dan perang yang berat adalah perang setelah bulan Ramadhan. Karena di bulan Ramadhan godaan-godaan hawa nafsu berkurang sedang di bulan selain Ramadhan godaan hawa nafsu mulai menampakkan diri. Seperti di bulan Ramadhan tayangan televisi banyak yang menampilkan acara islami, sedang setelah Ramadhan tayangan televisi kembali minim acara islami. Di bulan Ramadhan banyak kafe-kafe, tempat hiburan, diskotik, karaoke ditutup. Setelah Ramadhan kembali mereka boleh buka.

Jika kita bisa menjaga dan menahan hawa nafsu maka kita akan dijanjikan Allah mendapat syurganya. Sebagaimana Firman-Nya.

وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ٤٠ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٤١

Artinya: “ Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”

Pada ayat diatas kalimat  “Wa nahan-nafsa ‘anil-hawa” (“menahan” Jiwa dari keinginan hawa-nafsu atau syahwat). Menurut Tafsir Ibnu Katsîr, yang dimaksudkan adalah orang-orang yang senantiasa takut dengan Allah ‘Azza wa Jalla dan dengan ketentuan hukum-Nya. Sehingga ia mengendalikan jiwanya (atau dirinya) dari kungkungan syahwat-nya dan berusaha untuk senantiasa taat kepada Allah Ta’ala.

Sahabat Sahal r.a., berkata: “Bahwa meninggalkan hawa nafsu adalah “kunci” pembuka pintu surga”. Berkaitan dengan ayat ini pula, Abdullah bin Mas’ud r.a., berkata: “Kalian sedang berada pada zaman dimana manusia mendahulukan kebenaran (al-Haqq) diatas hawa nafsunya, dan akan datang suatu zaman dimana manusia mendahulukan hawa nafsunya diatas kebenaran, maka kami berlindung dari zaman yang demikian”.

Allah Ta’ala juga menjajikan pahala dalam ayat ini bahwa bagi siapapun yang yang mampu memimpin jiwanya dan mampu mengendalikan hawa nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya.

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah,

Setelah kita dilatih di bulan Ramadhan untuk menjaga dan menahan hawa nafsu, semoga setelah Ramadhan ini kita tetap bisa mempertahankannya.

Tinggalkan komentar