IBU SEBAGAI KUNCI KESUKSESAN ANAK

Keluarga merupakan salah satu isu penting dalam Islam. Bukankah suatu masyarakat kartun_berdoa-ibu-anakterbentuk oleh sekelompok keluarga. Jika keluarga sebagai pembentuk masyarakat itu sehat dan kuat maka suatu negara akan sehat dan kuat. Sebaliknya jika keluarganya sakit dan lemah, maka suatu masyarakat juga akan lemah dan sakit. Dan dalam Islam, keluarga adalah pusat pembentuk masyarakat dan peradaban Islam.

Di dunia Barat, yang disebut dengan keluarga adalah ibu, bapak dan anak atau bahkan single parent, karena mereka memandang keluarga sebagai nuclear family. Sedangkan masyarakat Islam memandang keluarga dalam pengertian yang lebih luas (extended family) bahkan tiga atau empat generasi masih dianggap satu keluarga.

Di dalam bahasa Arab kata “keluarga” disebut ahl atau ahila yang berarti keluarga secara menyeluruh termasuk kakek, nenek, paman, bibi dan keponakan. Dalam pengertian yang lebih luas, keluarga dalam Islam merupakan satu kesatuan unit yang besar yang disebut ummah atau komunitas Islam.

Islam memandang keluarga sebagai faktor utama dalam komunitas Muslim. Kemajuan peradaban masyarakat Islam akan lahir dari sebuah keluarga yang cemerlang. Jika sebuah keluarga gagal mempersiapkan generasi muda yang cemerlang maka umat Islam secara keseluruhan akan mundur.

Untuk membentuk ummah yang kuat, Fatima Heeren dalam bukunya Women in Islam (1993), menyebutkan empat syarat dalam membangun keluarga Muslim.

Pertama, Muslim harus menjadikan keluarga sebagai tempat utama pembentukan generasi yang kuat dengan cara menyediakan keluarga sebagai tempat yang aman, sehat dan nyaman bagi interaksi antara orang tua dan anak.

Kedua, kehidupan berkeluarga harus dijadikan sarana untuk menjaga nafsu seksual laki-laki dan perempuan.

Ketiga, Muslim harus menjadikan keluarga sebagai tempat pertama dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaaan seperti cinta dan kasih sayang.

Keempat, keluarga harus dijadikan sebagai tempat bagi anggotanya untuk berlindung dan tempat memecahkan segala permasalahan yang dihadapi anggotanya.

Baqir Sharif al-Qarashi mengatakan bahwa para ibu merupakan sekolah-sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak, serta saran, untuk memenuhi mereka dengan berbagai sifat mulia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Surga di bawah telapak kaki ibu”, menggambarkan tanggung jawab ibu terhadap masa depan anaknya.

Dari segi kejiwaan dan kependidikan, sabda Nabi di atas ditunjukan kepada para orang tua khususnya para ibu, harus bekerja keras mendidik anak dan mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan dalam benak mereka berbagai perilaku terpuji serta tujuan-tujuan mulia.

Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi kesejahteraan dan kelestarian anggota-anggotanya, terutama anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan anak selama kehidupan mereka. Diharapkan dari keluarga lah seseorang dapat menempuh kehidupannya dengan matang dan dewasa dan penuh mawaddah wa rahmah.

Berbicara mengenai pendidikan anak, paling besar pengaruhnya adalah ibu. Di tangan ibu, keberhasilan pendidikan anak-anaknya, walau tentunya keikutsertaan bapak, tidak dapat diabaikan begitu saja. Ibu memainkan peran yang penting di dalam mendidik anak-anaknya, terutama masa balita. Pendidikan dalam keluarga di sini meliputi, pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, dan sosial.

Peranan ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga, pertama, ibu sebagai pemenuh kebutuhan anak. Kedua, ibu sebagai suri teladan  bagi anak. Terakhir, ibu sebagai pemberi motivasi bagi kelangsungan kehidupan anak.

Peranan ibu sebagai pemenuh kebutuhan bagi anak. Ini sangat penting terutama ketika dalam kebergantungan total terhadap ibunya, yakni berusia 0–5 tahun. Kemudian tetap berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan menjelang dewasa. Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama, tapi juga berinteraksi maupun berkomunikasi secara terbuka dan timbal balik dengan anaknya.

Pada dasarnya kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya. Psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, diterima, dan dihargai. Sedangkan kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari kelompok di luar lingkungan keluarganya.

Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman seusianya. Kebutuhan spiritual adalah pendidikan yang menjadikan anak mengerti kewajiban kepada Allah SWT, Rasul, sesama manusia dan lingkungannya, serta orang tua.

Dalam pendidikan spiritual, juga mencakup mendidik anak berakhlak mulia, mengerti agama, bergaul dengan teman-temannya, dan menyayangi sesama saudaranya, menjadi tanggung jawab orang tuanya. Sebab, memberikan pelajaran agama sejak dini merupakan kewajiban orang tua ke anaknya dan merupakan hak untuk anak atas orang tuanya. Jika orang tuanya tidak menjalankan kewajiban ini, berarti menyia-nyiakan hak anak. Rasulullah SAW bersabda: ’’Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid). Ibu bapaknya lah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi’’. (HR Bukhari dan Muslim)

Seorang ibu harus memberikan atau memuaskan kebutuhan anak secara wajar dan bertanggung jawab, tidak berlebihan maupun tak kurang. Pemenuhan kebutuhan anak secara berlebihan atau kurang akan menimbulkan pribadi yang kurang sehat di masa yang akan datang. Dalam memenuhi kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu menciptakan situasi yang aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman anak yang diperoleh dari rumah akan dibawa keluar rumah, artinya anak akan tidak mudah cemas dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul.

Dalam mendidik anak, seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orang tua, khususnya ibu, akan ditiru yang kemudian dijadikan panduan dalam perilaku anak, harus mampu menjadi teladan bagi mereka. Dalam hal ini yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anak adalah  proses mendidik yang disesuaikan tingkat kecerdasan anak itu sendiri. Kecerdasan anak yang berumur 0–5 tahun terbatas pada inderawinya saja, akal pikiran, dan perasaannya belum berfungsi secara maksimal. Penjelasan Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Furqaan ayat 74: Artinya ’’Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertakwa’’.

Sejak anak lahir dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan memengaruhi perkembangan pribadi, perilaku, dan akhlak anak. Untuk membentuk perilaku anak yang baik tidak hanya melalui bil lisan tetapi juga dengan bil haal yaitu mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak lahir, ia akan selalu melihat dan  mengamati gerak gerik atau tingkah laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah, anak akan senantiasa melihat dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki, dan diterapkan dalam kehiduapnnya. Dalam perkembangan anak, proses identifikasi sudah mulai bisa dilakukan ketika si anak berusia 3–5 tahun.

Kini, anak cenderung menjadikan ibu yang merupakan orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya maupun orang yang paling dekat dengan dirinya sebagai figur/contoh/teladan bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu. Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak. Dalam hal ini hendaknya orang tua harus menjadi contoh yang positif bagi anak-anaknya.

Anak akan mengambil nilai-nilai, sikap maupun perilaku orang tua, tidak hanya apa yang secara sadar diberikan pada anaknya misal melalui nasihat, tapi juga dari perilaku orang tua yang tidak disadari. Kita sering melihat banyak orang tua yang menasihati anaknya tapi mereka sendiri tidak melakukannya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak sepenuhnya mengambil nilai norma yang ditanamkan.Jadi, untuk melakukan peran sebagai suri teladan, ibu sendiri harus sudah memiliki nilai-nilai itu sebagai milik pribadinya yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Hal ini penting artinya bagi proses belajar anak-anak dalam usaha untuk menyerap apa yang ditanamkan. Sepatutnya, ibu tidak hanya bisa menyuruh dan interupsi terhadap anaknya, tapi mengajak langsung apa yang terbaik.

Peranan ibu sebagai pemberi motivasi bagi kelangsungan kehidupan anaknya. Sejak masa kelahiran seorang anak, proses pertumbuhan berbagai organ belum sepenuhnya lengkap maksimal. Perkembangan dari proses organ-organ ini sangat ditentukan oleh motivasi/rangsangan yang diterima anak dari ibunya. Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan pengetahuan anak. Bila pada bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi visual, perhatian terhadap lingkungan sekitar juga akan berkurang.

Stimulasi verbal dari ibu akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan mengembangkan proses bicara anak. Jadi, perkembangan mental anak akan sangat ditentukan oleh seberapa motivasi/stimulasi/rangsangan yang diberikan ibu terhadap anaknya. Bentuk rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang edukatif atau bisa juga mengajak rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya. Di sini lah sosok ibu dituntut untuk terus meningkatkan kualitas dirinya dengan memperkaya sebanyak mungkin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai modal awal dalam rangka keberhasilannya sebagai pemberi motivasi dalam mengantarkan kelangsungan hidup anak yang cerdas serta sukses.

Membaca sejarah dunia, maka kita tidak akan lupa membicarakan Thomas Alva Edison. Salah satu penemuan terbesarnya yang mengubah sejarah dunia adalah penemuan lampu pijar yang membuat dunia yang gelap menjadi terang- benderang.

Thomas Alva Edison juga memberikan inspirasi bagi banyak orang mengenai ketekunan dan ketabahannya yang tidak pernah menyerah dalam menghadapi ribuan kali kegagalan dalam percobaannya untuk menciptakan lampu pijar. Karena karakternya yang pantang menyerah, maka Thomas Alva Edison berhasil menemukan ribuan penemuan lainnya dan memiliki 1.093 hak paten.

Banyak orang tidak tahu bahwa dibalik keberhasilan seorang Thomas Alva Edison menjadi penemu terbesar dunia adalah karena jasa ibunya, Nancy Matthews Elliot. Ibunyalah yang berjasa merawat dan mendidik Thomas Alva Edison di rumah ketika ia masih kanak-kanak dikeluarkan dari sekolahnya setelah tiga bulan belajar.

Setelah menjadi terkenal di seluruh dunia dengan ribuan penemuannya, Thomas Alva Edison mengatakan “Ibukulah yang membuat saya seperti ini, ia sangat benar dan begitu yakin tentang saya dan itu membuat saya merasa memiliki sesuatu untuk hidup dan tidak ingin mengecewakannya”.

Untuk membuat anak-anak menjadi orang yang sukses seperti halnya Thomas Alva Edison, maka peranan seorang ibu amatlah besar. Bila ingin anaknya menjadi orang yang sukses, maka seorang ibu harus bisa merawat, mendidik dan menanamkan keyakinan yang kuat dalam diri anaknya untuk menjadi orang yang sukses.

Dari uraian di atas, jelaslah kunci keberhasilan seorang anak di kehidupannya sangat bergantung peran ibu dalam memotivasi dan mendorong agar dapat mencapai cita-citanya. Sikap ibu yang penuh dengan kasih sayang, memberi kesempatan pada anak untuk memperkaya pengalaman, menerima, menghargai, dan menjadi teladan yang positif bagi anaknya, akan besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak. Jadi dapat dikatakan bagaimana gambaran anak akan dirinya ditentukan oleh interaksi yang dilakukan ibu dengan anak.

Interaksi yang dapat dilakukan yaitu dengan komunikasi timbal balik antara ibu dengan anaknya yang bil mau’idhati al-hasanah. Konsep diri anak akan dirinya positif, bila ibu dapat menerima anak sebagaimana adanya sehingga mengerti kekurangan maupun kelebihannya. Kemampuan seorang anak untuk mengerti kekurangan maupun kelebihannya akan merupakan dasar bagi keseimbangan mentalnya. Jadi dengan mengenali dan memahami kekurangan dan kelebihan anak, seorang ibu justru dapat lebih mudah guna mengarahkan dan membina apa yang menjadi bakat serta cita-cita anak itu sendiri.

Tinggalkan komentar